Dikarang Oleh: H. Yahya
>---////-)>
Tak ada habisnya
ceritain tentang cowok dan cewek-cewek kece yang sekolah di STM negeri 1
Bontang ini! Tak ada habisnya pula tokoh Restu selalu jadi tokoh super sengsara
dalam cerita ini. Bukan hanya penulisnya sendiri, bahkan tokoh pigura pun tak
mau kalah dalam menjelek-jelekkan Restu. Mentang-mentang Restu sudah jelek.
Seperti di siang
hari ini ketika Restu, dan seorang temannya yang kurus, lagi berdiri di bibir
jalan tembus pekate untuk cari tebengan pik-ap mo ke lapangan be te en lama. E
eh, ujung bajunya yang nggak dimasukin ke celana serasa ada yang tarik-tarik,
“Om, om… pinjem topengna dong!” kata seorang bocah laki-laki bau kencur
dengan polosnya.
”Topeng...?” heran Restu, ”Aku nggak punya topeng, ade! Kalo Abangku punya
banyak dia. Di Medan sana tapi.” Jawab Restu dengan dialeg khasnya.
“Ah, Om, boong. Itu apa?” kata anak kecil itu sambil menunjuk telak ke
wajah Restu. Bushet, disangkanya Restu topeng monyet, apa?!”
Restu langsung mo ngamuk tapi Toro langsung menahannya, ”Tu, tu... jangan,
bodo. Kamu nda liat mamaknya kah? itu yang duduk di warung,” cegat Toro.
”Hihh... kalo bukan anak ingusan aku plintir kuping kau itu!” kesal Restu.
Bocah itu hanya bengong melongok seribu tanya ke wajah Restu. Dia berpikir,
ternyata selain membasmi kejahatan, kera sakti juga suka marah sama anak kecil
ya?
* * *
Anak-anak KI sudah siap semua di lapangan. Ada yang pemanasan keliling
lapangan, selain ada yang main kartu di kursi tribun timur (emangnya koran!). Musuhnya
kali ini nggak jauh-jauh. Juga bisa dibilang masih sodaraan. Sama-sama kimia. Siapa
lagi coba kalo bukan anak Analis, tetangga kelas mereka?
Dan memang anak KI suka maen bola lawan anak Analis. Kenapa? Heh, siapa sih
yang nggak kenal sama kelas Analis? Yang terkenal dengan gudangnya cewek-cewek bohai
di STM ini? Apalagi yang namanya Gani, penghuni kelas KI, yang jadi plaimeker
kelasnya? Kalo dibilang nantang kelas Analis, dia duluan paling semangat keluar
kelas pas pulangan. Sampe lompat pagar sekolah segala saking penginnya
cepat-cepat ke lapangan.
Juga yang namanya Bimo, Udin, Hans dan sederetan nama-nama tampan lainnya,
puaaaaaaling semangat. Biar kata, nggak dapat gol, yang penting dapat senyum
dan yel-yel penyemangat justru dari cewek-cewek lawan sendiri, yang manis-manis
kayak madurasa itu.
”Hoi, Danu, sudah siapkah temanmu?!” teriak Udin dari tengah-tengah lapangan
kepada ketua kelas analis, si Danu, di tribun sebelah Barat. Si Udin ini udah
mirip Khadafi, pemain Bontang FC yang dibeli dari PSM.
Danu kasi tanda jempol. Berarti mereka sudah siap.
Siap menerima kenyataan akan dibantai 3 lusin.
”Ayo, ayo... Danu, ayo, iqbal, ayo Ridwan, ayo Enos batu licin, ayo kompor!”
cewek-cewek analis kasi semangat pada teman kelas mereka. Semangat mereka pun
jadi naik.
“Sialan, Pad, mereka dapat support dari cewek-cewek.” Kata Bimo pada Fadly.
Irinya nggak bisa diumpetin.
”Tenang aja, Bim, kita juga suruh temen-temen cewek ngedukung kita.” tutur
Padly dengan semangatnya. ”Ayo, teman-teman, kasi kita semangat dong!” teriak
Fadly sambil melongok ke arah belakang: tempat supporter mereka duduk.
Tapi???
”Lho, kok batangan semua? Mana cewek-cewek kita, Bim?” tanya Fadly pada
Bimo. Bimo juga langsung nengok ke belakangnya. Semangatnya sempat down ketika
yang dilihatnya adalah Adi Surya, Amrin, Hans, Pendy, Adi Waluyo dan lain-lain
dari makhluk sejenis.
”Lho, pada kemana ya, Pad, cewek-cewek kita? Destri bilang tadi mo liat
kita. Kasi semangat. Mungkin dia lupa ya? Tapi Nggak papa, Pad. Tanpa cewek
kita pun bisa semangat. Yang penting kita masih bisa liat cewek analis, Pad.”
sambut Bimo lagi dengan mantapnya ambil posisi di tengah-tengah tiang gawang.
”Ya, udah. Jaga tuh gawang yang bener. Jangan sampe kebobolan!”
”Oke, Pad.”
Pluit babak pertama pun ditiup (siapa yang niup?), sejurus kemudian si
kulit bunder menyosor di rumput menuju kaki Gani. Anak KI yang beruntung bagi
bola duluan.
Gani masih bermain-main dengan boneka... eh, maksudnya dengan bola. Trus dioper
ke Meyrano pake umpan lambung. ’Tap’, Meyrano menyambut bola dengan sedikit
lompatan dan mengenai dada. ’Slep! bola dengan indahnya jatuh ke lututnya dan
terus ke kaki. Bola digocek-gocek sedikit, dibayang-bayangi oleh Ridwan dan
bayangannya, sebelum kembali ke kaki Gani.
Hup! Gani menerima umpan bukan terobosan dan berkata, ”Bagus, Mer,” sembari
terus berlari membawa kabur tuh bola lecek. Dan di dekatnya, dua orang berusha
merebutnya, Ardi dan Danu, tapi Gani memang lincah seperti belut sawah. Dia
lolos.
Keperawanan gawang Iqbal, kiper analis, hampir saja ternoda ketika umpan
lambung Gani yang mengarah ke tengah-tengah gawang dengan senang hati diterima
oleh heading Fadly. Hup! Iqbal melompat dengan santainya menangkap bola itu. Cewek-cewek
analis histeris sambil gigit jari di bawah tribun.
”Belum, itu baru pemanasan!” pekik Fadly dengan sombongnya.
Gani langsung kasi acungan jempol entah ke siapa. Niru-niru bintang sepak
bola yUrop. ”Bagus, Pad!” apresiasinya sambil berlari-lari kecil kembali ke
pertahanan.
”Bagus, kenapa, Gan? Dicariin sama Bu Melfa ya?” tanya Rohiman becanda.
”Nda papa. Si Bagus Prakoso belum nyentuh bola.”
Bola sementara aman dalam rengkuhan kiper analis. Sebentar kemudian bola ditendang
olehnya dan melambung jauh, nggak sampai ke tengah-tengah lapangan. Fadly
berhasil memperebutkan bola tinggi itu setelah beradu dengan lompatan Ridwan.
Kemudian dibawa lari juga tapi datang Rombe, pemain tengah analis, entah dari
arah mana, memberikan sleding tekel. ”Augh...!” jerit Fadly dengan gerakan
superman lagi nyangkut di poon palem.
”Prit...!” bunyi mulut gani menirukan pluit, ”pelanggaran!” lanjutnya.
Dari titik pelanggaran, bola dieksekusi oleh Asrin dengan tendangan
sekeras-kerasnya. Dan, nguiiiiiiiing... trash! bola melambung jauh dari gawang
dan masuk ke hutan-hutan. Luar biasa!!! Salut teman-temannya.
”Mantap, Srin. Powernya sudah oke, tinggal akurasinya,” puji Gani lagi sok memuji.
Asrin hanya ketawa-tawa. Memang niatnya mau bikin capek anak analis kok untuk
pungutin bola jauh-jauh.
Pertandingan baru berjalan lima menitan. Semangat kedua tim masih membara. Tim
lawan, dalam hal ini adalah anak analis, terus mendapat penyemangat dari
cewek-cewek mereka. Sedangkan suporter dari anak KI malah asik sendiri main
rebut bola di pinggir lapangan.
”Oke, Mer, sudah cukup pemanasannya!” kata Gani lagi serius.
Dan ternyata omongan gani bukan isapan jempol kaki belaka. Karena tak lama,
anak KI berhasil membobol ATM Mandiri Loktuan. Ups, salah! Yang gue mau bilang
anak KI berhasil membobol gawang analis untuk yang pertama kalinya dari kaki
mulus Gani. Dan di menit 05:30, Gani kembali ngeliatin tajinya dengan menambah
koleksi gol kedua. Mereka sudah teriak-teriak berselebrasi. Hebat! Cewek-cewek
analis langsung takjub. Alam bawah sadar mereka langsung merespon dengan
gelengan kepala, ”Wah, Gani hebat ya,” batin seorang cewek analis setengah
nggak percaya.
Ibarat penyakit menular, tiga gol selanjutnya mewabah di tengah teriknya
matahari jam 2 dari anggota tim KI lainnya. Yang menggolkan terakhir termasuk
langka dalam hal membobol gawang lawan, si Hendra. Banyangkan, betapa rapuhnya pertahanan analis. Si manusia putih itu aja ngegolin!
Yang biasanya main di pe es pun tak pernah menang, kecuali seri 0 – 0. Tak bisa dielak, skor 5 – 0 untuk kemenangan sementara di
menit 20 bagi anak KI. Pohon-pohon yang tumbuh di pinggir-pinggir lapangan
seakan tertawa.
Bola berada di tengah-tengah lapangan kembali. Nanda, striker analis,
siap-siap membagi bola. Langsung dioper pada Ridwan. Ridwan membawanya sampai
hampir masuk ke area pertahanan Gani dkk. Ahmad langsung menghadangnya, tapi
lewat. Datang lapis pertahanan kedua, Puji. Sepertinya Ridwan akan kewalahan
menghadapi makhluk kokoh yang satu ini. Sementara itu anak-anak analis lari
semua ke depan, ke arah gawang Bimo berharap salah satu dari mereka dielu-elukan
dengan golnya. Ridwan mendengar teriakan teman-temannya itu minta bola, yang
paling keras didengarnya adalah suara Alfius Rombe. Ya, kukasi aja ke Rombe,
pikirnya. Bola disilang ke arah Rombe, yes, rombe menerima umpanan itu walopun nggak
mulus-mulus amat. Tapi hadangan belum berakhir, ada Hasbro menghadapinya.
Sempat Hasbro mikir, ”Biar deh, anak analis kasi golkan. Supaya mereka jadi
semangat mainnya,” maka bola nggak begitu dihadepin malah terkesan membiarkan
Rombe sebebas-bebasnya ngegocek bola, weh... Rombe jadi bangga ngelewatin
orang.
Sementara Rombe semakin mendekati gawang Bimo, jauh di tribun sana,
cewek-cewek analis trus memberikan semangatnya. Ada yang teriakin gini,
”Rombe... aku terima cintamu kalo bolanya masuk!” itu suara lembutnya Madonna lho.
Dia terpaksa ngomong gitu supaya ada kasihan bola bisa masuk di gawang anak KI
sialan itu. Padahal Madonna sambil harap-harap cemas. Gimana kalo Rombe
benar-benar ngegolin, apakah aku harus menelan ludah kembali? Gimana martabatku
sebagai anak tunggal direktur PDAM kilo 6 dan cantik ini kalo digaet ama Rombe,
ato gimana martabat kelasku yang akan dipermalukan tanpa gol? Apakah aku tega
demi kepentingan sendiri?” tapi demi kejayaan dan martabat orang banyak,
Madonna berujung ikhlas.
Rombe semakin bangga hati karena ngelewatin seorang lagi, sayap kiri KI
yang turun cepat ke daerah pertahanan. Bukan untuk mau mempertahankan
keselamatan gawang. Tapi supaya dia bisa langsung kasi semangat kalo ternyata
Rombe berhasil membobol gawang Bimo. Lumayan, memuji Rombe langsung kontan
rokok satu bungkus.
Dan apakah yang terjadi setelah Rombe melepaskan tendangan pamungkasnya?
Sreet!!
Oh, dia terpleset. Celananya robek. Pantatnya mendarat di tanah. Bolanya menyosor
datar-datar aja di tanah dengan lambat sekali, perlahan-lahan menuju Bimo. Bimo
tak perlu berakselerasi menahan laju bola dengan tangannya, kakinya, apalagi
dengan lompatan. Dia cukup merendahkan badannya, seperti orang rukuk kalo
sembahyang, dan mengisi kedua pipinya dengan udara, lalu... huffffh, bolanya
ditiup. Akhirnya pergerakan bola setop. ”Mantap, Bim,” puji Gani lagi.
Tapi Bimo tak
mau ngeremehin lawan sih. Buktinya, dia langsung
menendang bola sejauh-jauhnya dan sekeras-kerasnya ke arah gawang seberang,
yang di sana ada Fadly, Gani, Meyrano dan Rohiman siap menyambut bola. Dan
bolanya mengarah ke Fadly di tengah-tengah lapangan.
Naas bagi klub analis, hanya ada sepasang yang menjaga di sana: bek dan
kiper. Fadly nggak mau serakah, dia mau main cantik, makanya bola dioper ke
Rohiman. Rohiman dapat bola dan perlahan menghentikan larinya. Dari Fadly, si
bek tadi berlari menuju Rohiman dengan kecepatan kuda. Rohiman juga nggak mau
serakah, dia oper bola ke Gani. Bek perkasa itu berlari ke Gani di sisi kanan
lapangan, dengan kecepatan kereta expres. Dasar si Gani sukanya ikut-ikutan,
dia juga nggak mau serakah. Bola dioper ke Meyrano di sisi kiri lapangan. Bek
teladan itu berlari ke Meyrano, kali ini dengan tenaga ayam abis berbuat mesum
dengan ayam tetangga, terengah-engah. Meyrano menerima umpan lambung Gani
dengan suka cita. Tapi Meyrano, meskipun udah berhadapan dengan kiper dan kalo
nendang 99% gol, 1%-nya faktor kiamat, toh dia masih nggak mau ngegolin. Takut
dibilang serakah. Maka empat orang di sana: Fadly, Gani, Rohiman dan Meyrano
hompimpa alaium gambreng dari jauh. Si Gani yang beruntung, dia berbenak,
”Masak aku lagi sih yang kasi gol. Bosan aku.”
Sementara itu anak-anak analis yang tadi semua ada di daerah pertahanan KI
berlari mau nyelamatin bola. Mumpung empat orang anak KI gendeng itu berbaik
hati ngejeda masukin gawang, pake hompimpa segala. Gaya lho!
Gani capek bermain-main. Disungkit saja bola itu, ngelewatin jangkauan
Iqbal dan mengenai pundak Rohiman secara tidak sengaja. Rohiman gelagapan nggak
nyangka dapat operan. Bola dari pundak Rohiman mantul ke tiang sebelah kiri
gawang, dan mantul lagi masuk ke gawang. Gol....!
Selebrasi kali ini biasa-biasa aja. Karena
semuanya merasa bukan dari mereka yang ngegolin.
Tapi tiba-tiba ada suara cempreng yang teriak, ”Opsaid!”
Anak-anak KI
bengong. “Opsaid?” kok baru ngomong, lambat amat loadingnya.
Suara cempreng
itu ternyata lahir dari mulut Rombe, anak kanaan yang sebenarnya berparas butuh
rasa kasihan. Dia sambil merebut bola dari gawang dan masih terus ngomong “Off
side”. Awalnya hanya Rombe seorang yang berani meralat
gol dengan alasan secetek itu. Tapi teman-temannya yang lain ikut bersuara
bilang ”Off side”. Di tribun sana, cewek-cewek juga ikut-ikutan ngomong ”off
side” meskipun nggak ngerti istilah tersebut. Yang ada di benak mereka, kalo
ngomong ”off side” golnya nggak jadi. Ya udah, teriak-teriak gitu aja.
Karena lagi hepi, teman-teman KI merelakan gol indah mereka dianulir.
”Nggak apa-apa, kasi... kasi...” kata Fadly.
”Iya, kasi aja, teman-teman.” Bimo teriak pula.
”Nanti tukar dengan satu cewek kalian ya?” usul Gani
”Iya. Tukar dengan Madonna.”
”Jangan Madonna. Ipit aja, bodo.”
”Jangan. Fitriyani aja.”
”Aku mau Agustini!”
”Ah, selera kalian gitu aja ya? Aku Enos.”
“Lho, buat apa, Srin?” tanya Fadly.
”Lumayan, bantu potong-potong kayu bakar.”
”Bodohnya ini semua,” celetuk Hasbro yang langsung berlari ikut musyawarah.
”Ambil semua ceweknya, bodo!”
”Hahaha...!” anak-anak KI ketawa.
Anak analis hanya geleng-geleng kepala. Terbersit rasa penghinaan yang luar
binasa di pelupuk mata. Menyesal mereka menuruti tanding bola. Tapi apa boleh
buat, namanya juga pihak yang kalah.
Dan keprihatinan temen-temen cewek analis terkumpul dalam sebuah ide. Ide apakah itu?
”Kayaknya teman kita nggak bisa menang kalau cuma mengandalkan skil,” ujar
Fitriyani.
”Trus gimana lagi, Fit? Tanya Ika.
”Apa kita harus ngegantiin bubuhan mereka? Kita yang maen lawan anak KI
itu? Bisa, gin?” Nevy menyambung.
”Ah, itu sih bukan tempatnya cowok cewek main bola. Ntar kalo kamu udah
dilamar Gani, Vy, baru main bola sepuasnya berdua,” kata Fitriyani becanda.
”Ih, jangan ngeres ya?”
”Kamu yang ngeres duluan.
“Kok pada ribut
sih. Mikir dong! Gimana nih, teman-teman udah kita kasi semangat, harepan juga udah
kita berikan, senyuman, minuman, sampe si Donna nazar segala pengin jadian ama
Rombe.”
“Hush, apaan sih,” tegur Madonna malu-malu.
”O ya aku dapet ide!” seru ipit yang dari tadi diam buat ngumpulin ide. “Justru
kalian semangatin temen-temen kita malah semangatnya jadi kendor, alias terlena
oleh kita-kita yang cantik ini,” jelasnya sesekali melentikkan bulu mata.
”Ih, jijai, lebay...!”
”Lho, nyatanya kita-kita memang cantik kan, Tin?”
”Betul, betul, betul.”
”Iya sudah. Apa ple tadi ide lo?”
“Nah, kalo temen sendiri aja bisa terlena kalo disemangatin, kenapa kita
nggak lakuin hal yang sama pada cowok-cowok KI? Kebayang, nggak, apa jadinya?”
Sejenak wajah cewek-cewek itu tertahan oleh rangkaian kata lalu
bareng-bareng mengeluarkannya, ”Kita godain....!”
Aksi penggodaan pun dilakukan oleh cewek-cewek analis. Namun tanpa sadar, selama mereka berembuk, sudah tercipta
lagi sepuluh gol.
Dari Jauh, Meyrano membawa bola sendirian. Satu, dua, tiga, empat pemain
lawan dilewatin dengan mulus. Tak jauh dari titik putih, Meyrano siap-siap
menghujamkan tendangan finisingnya. Di saat yang
bersamaan ada aksi komando di tribun sana,
”Satu, dua, tiga... Meyrano ai lav yu........!!!!!”
Pernyataan cinta palsu dari serempak cewek analis membahana. Semua
pandangan menuju ke arah pernyataan norak itu sambil bengong. Meyrano, tertusuk
hatinya oleh panah asmara, padahal sepakan kakinya hampir mendarat di bola,
namun nggak jadi. Urat kakinya tiba-tiba kaku, otot kaki menegang kayak iklan
counterpain dan,
”Ayo, Wan, rebut bolanya...!” Ridwan tersadar bahwa
ternyata itu hanya strategi memenangkan pertandingan. Dukungan dari pemain ke-13.
Anak analis yang lain juga baru sadar. Mereka langsung berlari naik siap
menerima suplay bola. Saat Ridwan akan dihadang oleh bek tangguh, Muklis,
pernyataan cinta palsu kembali menggema, ”Muklis ai lav yu very very very
much....!!!!” sama halnya dengan Meyrano, Muklis terlena tak berdaya. Hidungnya
meler. Keluar darah. Rupanya ada jaringan saraf nadi yang over pressing ketika
terdengar ada yang menyet (menyatakan cinta). Muklis minta keluar dan diganti
oleh Adi Waluyo.
Tepat ketika Ridwan menendang bola menuju gawang Bimo, lagi-lagi pernyataan
cinta tak tulus terdengar. Korbannya kali ini Bimo. Apalagi Bimo, tubuhnya
langsung panas dingin.
”Goooooooooool.......!” anak-anak analis menyambut gol itu dengan sangat
gembira.
Cewek-ceweknya lalu bertos ria, ”Yeah... berhasil.”
Berturut-turut anak analis ngegolin lagi 3 gol melalui proses yang sama.
”Waduh, kalo gini terus, kita bisa kalah pren,” keluh Gani.
”Lantas gimana dong?” Tanya Fadly.
Hasbro yang menyimak briping itu tiba-tiba dapat ide, ”Aku tau!!!” serunya.
* * *
”Sialan, gara-gara idenya Hasbro aku terpaksa masuk rumah sakit,” keluh
Toro yang baru pulang dari dokter spesialis TeHaTe. Segumpal kapas berhasil
dikeluarin dari lubang telinganya.
”Yang penting kita menang, To...” kata Restu, ”Naik...!” lanjutnya meminta
Toro naik di boncengan.
”20 – 3... Hahahahaa...!!!”
* * *
Joss..
BalasHapuswuahahahahahaha.. ceritanya lucu, segar, dan bikin nostalgila lagi sama masa stm dulu.. good job bro!!
BalasHapusjd fadly nd nyetak ya kasian ckckckckkk
BalasHapus