Minggu, 13 Mei 2012

Nebeng Sampe Simpang yaa, Oom...!

Dikarang Oleh: Veranike Sitompul

Description: Cerita ini terinspirasi dari Hasdar. Setiap nama tokoh pada cerita adalah memang benar adanya. Jalan cerita mungkin ga 100% bener semua tapi seenggaknya nyerempetlah. Enjoy it!


Pada waktu itu hari jumat pulang sekolah, kami para cewek KI yang bermukim di daerah luar jalan tembus (Jl. Pupuk Raya) yaitu Yulidar, Jamilah, Rosni, Andi, Sumi dan Tom bersama-sama menunggu tebengan sampai ke simpang.

Biasalah, udah jadi tradisi turun temurun dari moyangnya STMN 1 gitu. Tapi tradisi yang satu ini berlaku bagi seluruh siswa/i lho... Anak MO, MP, AK, KI, LI atau THP. Mau pake rok, celana ato pun jilbab. Daripada jalan! Naek taksi apalagi, mending duitnya buat beli gorengan. Mau pergi atau pun pulang sekolah.

Secara waktu itu sudah hampir sore, sekitar jam 3an. Dengan kondisi yang sudah kecapean dan lapar jadi kami memutuskan untuk menunggu di tempat molen. Sambil makan molen tentunya. Eits, ga juga.. sambil main gaplek dulu donk. Nah, kalo yang satu ini bukan tradisi tapi ciri khasnya anak kecenya KI 2002.

Awalnya kebiasaan ini tercipta dari kelas karna ada guru yang ga masuk di salah satu pelajaran dan ada salah satu cowok kecenya KI bawa sangu kartu domino and joker. Awalnya sih sembunyi-sembunyi maennya tapi lama-lama blak-blakan. Bukan cuma di dalam kelas, pokoknya, dimana lagi kumpul, ga ada guru en ada kartu! Ga maen-maen, ukuran kartu dari yang kecil (hadiah ciki) sampai yang ukuran normal. Dari yang bawa cuma para cowok sampai cewek juga. So pasti, siapapun yang tadinya ga tau maen kartu jadi jago! Sampai ada yang nekat lho nyiapin budget khusus buat beli kartu yang baru. “Biar bunyinya bagus!” kata salah seorang anak kece. Seingat saya, kami ga pernah pake duit. Yang kalah dihukum jongkok.

Kembali ke cerita. Setelah menikmati molen, gaplek dan kramnya kaki karna jongkok (yang kalah tentunya), kami pun memutuskan untuk udahan dan pulang. Tapi, kami berdebat kecil menentukan siapa yang mo nyetopin mobil buat ditebeng sampai ke simpang. Akhirnya, diputuskan untuk bergantian per 3 mobil. Dimulai dari absen teratas, yaitu Andi.

Setelah semua dapet giliran, tak satu mobil pun mau stop. Sial! Sambil menunggu giliran, kami pun memutuskan maen gaplek lagi satu putaran lagi. Yang kalah, setopin mobil sampai dapet! Ada yang ga setuju. Singkatnya, yang main Tom, Yulidar, Jamilah & Sumi.

Permainan pun berjalan dengan singkatnya dan setelahnya, berdirilah Tom di tepi jalan. Lose Tom. Sedangkan yang lain duduk menunggu, sambil ngerumpi tentunya. Secara Tom yang bertugas jadi suka-suka donk mo pilih mobil yang kayak apa aja. Kalau yang jaga Rosni, Andi atau Jamilah ‘kan mereka maunya nyetopin mobil yang tertutup.
Maklumlah, mereka berjilbab.
Salah satu dari mereka pun teriak, “Cari kijang aja Tom!”

“Yee… Suka-sukaku donk! Pokoknya, aku nyetop apa yang lewat en beroda minimal 4.”

“Ais.. Tom…” kata Rosni.

“Ya udah, kalo ga mau, ga usah ikut. Ato mo gantian aja kau yang di sini?”

“Ga deh!” kata Rosni.

Akhirnya mereka pasrah menerima kenyataan. Eits, blom! Jamilah bilang, “Kalo dapet pick up, ntar aku duduk di depan yaa… dostip!”

“Aku juga!” kata Rosni.

Kata Tom, “Ah, ga ada yang duduk di depan! Semuanya di belakang.”

Akhirnya, karena Tom yang pertama kali melihat mobil apa yang mau lewat, pilih-pilih secara sepihak terjadi donk. Tanpa sepengetahuan yang lainnya, kalau ada mobil tertutup Tom pura-pura ga lihat. Kalau ada pick up tapi sebelah supirnya kosong, pura-pura ga lihat juga. Intinya, Tom cuma mo nyetopin pick up yang ada supir dan penumpang di sebelah supir.

Yang dinantikan pun tiba. Dari kejauhan, ada mobil pick up dengan penumpang di sebelah supir. Dilihat-lihat dari fisiknya, kayaknya ini mobil pengangkut semen gitu. Dan ternyata benar tapi untungnya, bak belakangnya lagi kosong. Lagi ga ngangkut.

Dengan gaya penebeng sejatinya anak STM, melambaikan tangan. Mobil pun berhenti.

“Nebeng sampe simpang ya Oom?!”

“Ayo dek!”

Dengan sigap, Tom berbalik badan dan teriak ke teman-teman yang duduk nunggu dipanggil “Woi, ayo naik!”

“Hahh…! Banyak toh, kirain cuma sendiri!” cetus teman supir.

“Hehehe… iya! Ga papakan Oom?”

“Iya… iya.. ga papa kok!” jawabnya.

Padahal belom aja selesai dijawab, Yulidar udah tertawa penuh kemenangan karna jadi yang pertama kali naik ke bak pick up tersebut. Ajibkan! Gimana coba kalo supirnya ga setuju?!

Tarik-menarik pun terjadi. Yulidar dan Sumi yang sudah di atas, membantu menarik naik Rosni, Andi dan Jamilah. Tom dorong dari bawah. Great job! Dan setelah semuanya naik, Yulidar teriak, “Udah, jalan Oom!”

Karena itu mobil pengangkut semen dan berdebu jadi kami semua pada berdiri, menantang angin dan menikmati perjalanan singkat itu.

Tibalah kami di simpang. Dengan gagahnya, kami semua lompat keluar satu per satu sambil bilang, “Makasih ya Oom…! Besok lagi.” (pede betul ya?!)

“Iyaa…”

Di simpang, kami berpisah taksi lagi. Yulidar nyebrang karena bermukim ke arah terminal. Dan kami, Tom, Sumi, Jamilah, Andi dan Rosni yang ke arah kota.

Masalah lagi ini. Sebenarnya kami ber 5 bisa naik di satu taksi yang sama tapi kadang ada taksi yang ga mau keliling gitu. Karena sudah capek dan males berdebat, kami pun memutuskan untuk berpancar kalo setelah taksi yang satu ini ga mau ngangkut kami yang bertujuan ke Kodim, Rawa Indah, Berbas dan Kampung Baru.

Luck us! Taksinya mau ngangkut kami semua sekaligus. Sambil bergiliran naik, aku menoleh ke seberang jalan. Melambaikan tangan ke arah Yulidar.

“Dar, duluan yaa…! Bye..”

“Yaa…!”
balasnya.

Taksi yang kami tumpangi pun meluncur mengantarkan ke tujuan kami satu per satu.


PS: Kalau sekarang ‘tradisi nebeng’ gitu masih ada apa ga yaa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalo mau komentar2 langsung aja cuyy